Nama paku ekor kuda merujuk pada
segolongan kecil tumbuhan (sekitar 20 spesies) yang umumnya terna kecil dan semua masuk dalam genus Equisetum (dari equus yang
berarti "kuda" dan setum yang berarti "rambut
tebal" dalam bahasa Latin). Anggota-anggotanya dapat dijumpai
di seluruh dunia kecuali Antartika. Di kawasan Asia Tenggara (Indonesia termasuk di dalamnya) hanya
dijumpai satu spesies alami saja, E. ramosissimum subsp. debile,
yang dikenal sebagai rumput betung dalam bahasa Melayu, tataropongan dalam bahasa Sunda, dan petongan dalam bahasa Jawa. Kalangan taksonomi masih memperdebatkan apakah kelompok ekor kuda merupakan divisio tersendiri, sebagai Equisetophyta (atau Sphenophyta),
atau suatu kelas dari Pteridophyta, sebagai Equisetopsida (atau Sphenopsida).
Hasil analisis molekular menunjukkan kedekatan hubungan
dengan Marattiopsida.
Klasifikasi ilmiah
|
||||||||||
|
||||||||||
Genus
|
||||||||||
Equisetum
|
Semua anggota paku ekor kuda bersifat tahunan, terna berukuran kecil (tinggi
0.2-1.5 m), meskipun beberapa anggotanya (hidup di Amerika
Tropik) ada yang bisa tumbuh mencapai 6-8 m (E. giganteum dan E.
myriochaetum). Batang tumbuhan ini berwarna hijau, beruas-ruas,
berlubang di tengahnya, berperan sebagai organ fotosintetik menggantikan daun. Batangnya
dapat bercabang. Cabang duduk mengitari batang utama. Batang ini banyak
mengandung silika. Ada kelompok yang batangnya bercabang-cabang dalam
posisi berkarang dan ada yang bercabang tunggal. Daun pada semua anggota tumbuhan ini tidak berkembang
baik, hanya menyerupai sisik yang duduk berkarang menutupi ruas. Spora tersimpan pada struktur berbentuk gada yang disebut strobilus (jamak strobili)
yang terletak pada ujung batang (apical). Pada banyak spesies (misalnya E. arvense),
batang penyangga strobilus tidak bercabang dan tidak berfotosintesis (tidak
berwarna hijau) serta hanya muncul segera setelah musim salju berakhir.
Jenis-jenis lain tidak memiliki perbedaan ini (batang steril mirip dengan
batang pendukung strobilus), misalnya E. palustre dan E.
debile.
Spora yang dihasilkan paku ekor kuda umumnya hanya
satu macam (homospor) meskipun spora yang lebih kecil pada E. arvense tumbuh
menjadi protalium jantan. Spora keluar dari sporangiumyang
tersusun pada strobilus. Sporanya berbeda dengan spora paku-pakuan karena
memiliki empat "rambut" yang disebut elater. Elater
berfungsi sebagai pegas untuk membantu pemencaran spora.
Paku ekor kuda menyukai tanah yang basah, baik
berpasir maupun berlempung, beberapa bahkan tumbuh di air (batang yang berongga
membantu adaptasi pada lingkungan ini). E.arvense dapat tumbuh
menjadi gulma di ladang karena rimpangnya yang sangat dalam dan menyebar luas di tanah. Herbisida pun sering tidak berhasil
mematikannya. Di Indonesia, rumput betung (E. debile) digunakan sebagai
sikat untuk mencuci dan campuran obat.
Pada masa lalu, kira-kira pada zaman Karbonifer, paku ekor kuda purba dan kerabatnya (Calamites,
dari divisio yang sama, sekarang sudah punah) mendominasi hutan-hutan di bumi.
Beberapa spesies dapat tumbuh sangat besar, mencapai 30 m, seperti ditunjukkan
pada fosil-fosil yang ditemukan pada deposit batu bara. Batu bara dianggap sebagai
pengerasan sisa-sisa serasah dari hutan purba ini.
Contoh spesies
Subgenus Equisetum
Subgenus Hippochaete
0 komentar:
Posting Komentar